RSS

Cerpen 1 "TETES SEBUAH HARAPAN"

Contoh cerpen yang banyak memiliki nilai-nilai kehidupan. Semoga bermanfaat :)

Tetes Sebuah Harapan
Karya : Alisa Latifatul Munawaroh

            Petir menggelegar merobek kebisuan senja. Angin berhembus kencang menerbangkan sisa-sisa atap yang telah rapuh. Angan-angan terbang melayang berpadu dengan alunan tetesan hujan. Sudah sejak lama anak itu termangu memandangi butiran air yang menggelinding, menggelinding melewati satu-satunya jendela kaca di rumah tua. Setiap tetesan, tersimpan berbagai keluh kesah hidupnya, yang hanya bisa ditorehkan ketika hujan, ketika kaca itu mulai kedinginan.
            Hari ini, Tono memang sedang tidak mendendangkan lagunya, mengalunkan suara emasnya di jalanan, ataupun melambai-lambaikan tangan mungilnya di halaman parkir. Ia tak tega jika harus membiarkan ibunya terkena guyuran air dari sela-sela penyangga atap rumah. Ia tak tega melihat guratan-guratan kesedihan dan ketakutan yang terukir di wajah adik kesayangannya. Tetapi, ia juga bingung, ke mana kaki ringkihnya harus menapak, sementara semua dinding telah termakan usia.
            Semuanya telah rapi, tak ada lagi kekhawatiran jikalau nanti langit menangis lagi, Tono siap melakukan semuanya. Ia siap mengadu nasib di jalanan kota, siap membiarkan tubuhnya melawan panas terik sang surya, tanpa pelindung apa-apa. Ia tampak cerah, secerah mobil mewah yang akan menunjang impinnya.
            Dua hari berlalu, waktu melangkah tak beraturan, semakin cepat dan cepat. Dua hari itu pula, Tono tak henti-hentinya melirik sebuah benda berwarna hitam yang terpajang di etalase toko tempat ia membanting tulang. Ia selalu terpana dengan sepatu model baru tersebut. Wajar saja, sepatu yang menemani kakinya bersekolah tak lagi layak pakai, semua bagian telah rusak. Namun, ia tak bisa menceritakan keinginan yang mendera hatinya, ia tak sanggup menambah beban di pundak ibunya. Hanya tetesan hujan yang mengerti, yang bisa dijadikan tempat untuk mencurahkan semua isi hati. “Ya Allah, kapan aku bisa memiliki sepatu itu?” ucap Tono di dalam sanubari.
            Detik demi detik bergulir, hati Tono tak bisa tenang lagi. Ia takut jika sepatu impiannya menjadi milik orang lain. Ia hanya bisa berdoa dan berdoa. “ Ya Allah aku bersyukur engkau masih memberiku kesempatan untuk memandangi sepatu itu, biarkanlah aku memilikinya ya Allah, biarkanlah aku memilikinya tanpa harus menyusahkan ibu. Segalanya kuserahkan hanya kepada Engkau. Amin” air mata perlahan-lahan berjalan diselingi rintikan lembut hujan yang mengelus pipi. Hanya itu yang bisa ditumpahkan, tanpa ada seorangpun yang tahu pinta hati kecil Tono.
            Tin…tin…tin… Tono dikagetkan oleh suara klakson mobil sedan warna merah menyala.  Sejenak, pandangan mata Tono berpindah dari sepatu ke mobil tadi, ia memberikan aba-aba agar mobil tersebut parkir tepat disamping pohon palem. Selesai memarkirkan, Tono kembali ke tempat ia duduk. Ia lupa akan sepatunya.
Sejam kemudian, jantung Tono berdetak kencang,  dalam hidungan detik jiwanya lumpuh. “Benda itu menghilang, benda itu menghilang” ucap Tono tanpa daya. Hatinya melemah, semuanya terasa suram. Harapannya telah musnah.
            Tono memutuskan untuk bangkit dan masuk ke toko sepatu dengan penuh harapan,
 “Maaf Mbak, tadi sepatu yang dipajang di sini mana ya mbak?” tanya Tono dengan suara gemetar.
“Sepatu yang mana?” jawab penjaga toko.
“Sepatu hitam yang di sini?” kata Tono sambil menunjuk suatu tempat,
“Sepatu hitam? Oh, sepatu itu. Sepatunya sudah dibeli sama bapak-bapak lima belasan menit yang lalu Dek”
“Bapak yang mana? Pakai baju apa?”
“Baju apa ya? Saya lupa Dek”
“Ayolah Mbak, coba diingat-ingat lagi”
“Oh, bapak yang itu Dek, yang masuk ke mobil hitam itu” kata toko sambil meunjuk seseorang.
            “Mbak yakin?”
            “Yah, adiknya malah nggak percaya. Saya yakin sekali, memang kenapa?”
            “Oh, terimakasih Mbak” Tono berlalu tanpa menjawab pertanyaannya. Penjaga toko hanya bisa menggelengkan kepala sambil melihat Tono berlalu.
            Keluar dari toko, bapak tadi sudah menancapkan gas pada mobil mewahnya, Tono melangkahkan kaki dengan cepat mengejar mobil tersebut. Karena mobilnya berjalan dengan cepat, Tono kehilangan jejak. Tubuhnya semakin lemas, hatinya luluh lantak seketika. Langkahnya menepi, ia hanya bisa berjalan perlahan untuk menyelesaikan hari ini.
            “Ya Allah, aku ikhlas dengan keputusan Engkau, terimakasih untuk hari ini, untuk pelajaran berharga yang telah kau berikan, pelajaran untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah aku miliki dan senantiasa bersabar menerima semua kehendak Engkau” goresan Tono memenuhi kaca yang berembun, ruang hatinya kini telah hangat kembali. Tak ada penyesalan yang tertinggal untuk hari ini, segala kerisauan telah musnah bersama ribuan bintang yang menghias langit-langit malam. Ia yakin, dibalik semuanya, pasti ada ada hikmah terpendam. Bibir kecilnya mulai tersenyum hangat.
            Sepulang sekolah, Tono turun ke jalan untuk bernyanyi. Ia benar-benar meresapi lagu yang dilantunkannya, banyak orang yang tertarik untuk sekadar mengisi waktunya walaupun kepanasan, serta tidak ragu-ragu untuk memberikan sedikit imbalan.
            Selesai bernyanyi, seorang ibu mengenakan baju biru mendekati Tono.
            “Pandai sekali kamu Nak” kata ibu itu menyanjung.
            “Ibu bisa saja, terimakasih” balas Tono dengan senyuman.
            “Siapa namamu?”
            “Nama saya Tono”
            “Nama yang indah, kamu mau ibu kasih hadiah?”
            “Hadiah untuk apa?”
            “Hadiah untuk kamu karena telah berhasil menghibur hati ibu. Mau kan?”
            “Wah, iya. Hadiah apa?”
            “Masuklah ke dalam mobil ibu, kemudian ibu akan segera memberikan hadiahnya”
            “Ta…ta…pi”
“Sudah, tidak usah sungkan. Ibu tidak berniat macam-macam kok.”
“Tidak usah, maaf sebelumnya”
“Lho, kenapa? Kamu pasti tidak akan menyesal”
“Tapi, sa…” belum selesai berbicara, Tono didorong oleh ibu tadi masuk ke mobil.
Setelah masuk, Tono ketakutan, ia takut ibu itu berbuat macam-macam. Pikirannya terbang tak terkendali. Namun, dilain itu, Tono yakin kalau ibu itu berniat baik kepadanya.
Perhatian Tono beralih setelah melihat dua buah benda tergeletak di atas jok tengah, sebuah gitar bekas dan sepasang sepatu yang masih bagus tertata rapi. Ia tak tau apa yang akan diberikan kepadanya sebagai hadiah. Namun, tak terbendung lagi, tangan Tono hangat terkena aliran air mata yang terjun melewati kedua pipinya

0 komentar:

Posting Komentar